Rabun Senja, Buta Sejarah OLEH Nasrul AzwarApa yang membuat Minangkabau terpeta dengan tinta emas dalam sejarah kehidupan intelektual di Nusantara ini—taruhlah, misalnya, jauh sebelum bangsa Belanda masuk, atau saat Islam bertegur sapa dengan adat dan tradisi kulturalnya pada awal abad ke 16 M—tak lain karena kultur Minangkabau yang sangat fleksibel dan keterbukaan berpikir. Karakteristik yang unik dari masyarakat Minangkabau adalah kemampuan mengelola sistem budaya matrilineal dan memaknai filosofi adatnya, sehingga ideologi dan paham jenis apa saja yang masuk ke ranah ini, tidak ada masalah. Ideologi kiri, kanan, tengah, malah paham gado-gado.Pada tahun 20-an, secara nyata berkembang berbagai aliran ideologi di ranah Minang termasuk paham komunis radikal yang berlanjut dengan pemberontakan komunis pada 1926-1927 di Silungkang. Pada 1940-an tercatat beberapa partai politik Islam di Minangkabau bergenggaman erat dengan koalisi komunis radikal. Semuanya berjalan dengan baik: menghormati paham dan mengharagai perbedaan ideologi itu tanpa kecurigaan.Masa-masa seperti itu bukan saja berjalan dengan penuh keharmonisan, lebih jauh lagi membuka lebih luas dialektika masyarakat Minangkabau dalam menata pola pendidikan.
Misal, pada akhir periode penjajahan Belanda—saat itu rasa nasionalisme Indonesia mengakar kuat pada masyarakat Minangkabau—tercatat jumlah institusi lembaga pendidikan dasar, menengah, dan lain sebagainya, jumlahnya jauh melampuai kawasan lain di Indonesia. Di mana-mana muncul institusi pendidikan yang sangat berpengaruh dalam menentukan arah dan quo vadis negeri ini. Minangkabau saat itu seperti sebuah “tangki pemikiran” Indonesia dalam konteks Indonesia dan menempatkan Sumatra Barat pada posisi yang sangat penting. Akan tetapi, karena pola menata Indonesia bertolak belakang dengan pola kekuasaan yang dianut penguasa dengan kultur feodalisme, maka terjadilah pertentangan dan “perlawanan” terhadap pemerintah pusat. Meletusnya PRRI pada tahun 1958 sebagai manifestasi perlawanan itu.
Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.
Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya…
Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.
Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.
Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis. Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.
Ingatlah kapan terakhir kali kamu berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping kamu ?? Siapa yang mengasihi kamu saat kamu merasa tidak dicintai ?? Siapa yang ingin bersama kamu saat kamu tak bisa memberikan apa-apa ??
MEREKALAH SAHABATMU
Hargai dan peliharalah selalu persahabatanmu